AKSIOLOGI

  • undefined
    undefined
  • 0

LAPORAN HASIL KAJIAN
AKSIOLOGI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
                   Mata Kuliah           : Filsafat Ilmu
Dosen           : Cecep Wahyu Hoerudin, S.Pd., M.Pd



Disusun Oleh :
Nama
Nim
Kelas/Smt
Erie Lestari
1138010087
ANC/II
Fani Anggraeni
1138010093
ANC/II
Fauzi Indriyansyah
1138010097
ANC/II
Gagan Arif Aligani
1138010110
ANC/II
Hani Siti Nurjanah
1138010118
ANC/II

ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2014

A.   PENGERTIAN AKSIOLOGI
Secara bahasa, aksiologi berasal dari kata ‘axios’ dalam bahasa yunani artinya nilai, dan logos yang artinya ilmu. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa aksiologi adalah ‘ilmu tentang nilai’. Sedangkan secara istilah aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.
Menurut kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.

Pengertian aksiologi menurut para ahli :
1.        Jujun S.Suriasumantri mengartika aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
2.        John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan.
3.        Bramei, Aksiologi terbagi dalam 3 bagian penting, antara lain:
a)         Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin    khusus, yaitu etika
b)        Estetic Expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan
c)         Sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosial politik.
4.        Richad Laningan
Mengatakan bahwa aksiologi merupakan kategori keempat dalam filsafat merupakan studi etika dan estetika. Hal ini berarti bahwa aksiologi berfokus pada kajian terhadap nilai-nilai manusiawi serta bagaimana cara mengekspresikanya
5.        Wibisono
Aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.

6.        Scheleer dan Langeveld
Memberikan definisi tentang aksiologi sebagai berikut. Scheleer mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu teori dasar tentang tindakan tetapi lebih sering dikontraskan dengan deontology, yaitu suatu teori mengenai tindakan baik secara moral.
7.        Langeveld
Memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama, yaitu etika dan estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan perilaku orang, sedangkan estetika adalah bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia dari sudut indah dan jelek.
8.        Kattsoff
Mendefinisikan aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.

Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai, artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat, sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.


Dari definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normative, yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.

B.  NILAI
a.    Karakteristik Nilai
1.    Bersifat abstrak; merupakan kualitas
2.    Inheren pada objek
3.    Bipolaritas yaitu baik/buruk, indah/jelek, benar/salah.
4.    Bersifat hirarkhis; Nilai kesenangan, nilai vital, nilai kerohanian, nilai kekudusan.
Menurut Ensyclopedia of Philosophy : aksiologi disamakan dengan value and valuation yang terdiri 3 bentuk:
1.    Nilai (baik, menarik dan bagus) lebih luas (kewajiban, kebenaran dan kesucian)
2.    Nilai sebagai kata benda konkret
3.    Nilai sebagai kata kerja (menilai, memberi nilai, dinilai)
Berikut adalah beberapa contoh dari hakikat nilai dilihat dari anggapan atau pendapatnya:
1.    Nilai berasal dari kehendak, Voluntarisme.
2.    Nilai berasal dari kesenangan, Hedonisme
3.    Nilai berasal dari kepentingan.
4.    Nilai berasal dari hal yang lebih disukai (preference).
5.    Nilai berasal dari kehendak rasio murni.
b.   Kriteria Nilai
Standar pengujian nilai dipengaruhi aspek psikologis dan logis.
1.    Kaum hedonist menemukan standar nilai dalam kuantitas kesenangan yang dijabarkan oleh individu atau masyarakat.
2.    Kaum idealis mengakui sistem objektif norma rasional sebagai kriteria.
3.    Kaum naturalis menemukan ketahanan biologis sebagai tolok ukur.

C.   PENILAIAN DALAM AKSIOLOGI
1.        Etika
Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku,norma dan adat istiadat manusia. Etika merupakan salah-satu cabang filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Sokrates dan para kaum shopis. Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan dan sebagianya. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahi dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.
Didalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap tuhan sebagai sang pencipta.
Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi. Hedoisme adalah padangan moral yang menyamakan baik menurut pandangan moral dengan kesenangan. Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan adapun tujuan dari manusia itu sendiri adalah kebahagiaan.
Selanjutnya utilitarisme yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau melindungi apa yang disebut hak-hak kodrati. Selanjutnya deontologi, adalah pemikiran tentang moral yang diciptakan oleh Immanuel Kant. Menurut Kant, yang bisa disebut baik dalam arti sesungguhnya hanyalah kehendak baik. Semua hal lain disebut baik secara terbatas atau dengan syarat. Misalnya kekayaan manusia apabila digunakan dengan baik oleh kehendak manusia.
2.      Estetika
Estetika merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai kepribadian.
Aksiologi berkenaan dengan nilai guna ilmu, baik itu ilmu umum maupun ilmu agama, tak dapat dibantah lagi bahwa kedua ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat manusia, dengan ilmu sesorang dapat mengubah wajah dunia.

D.      KEGUNAAN AKSIOLOGI  TERHADAP TUJUAN ILMU PENGETAHUAN
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:
1.      Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.
2.      Filsafat sebagai pandangan hidup.
Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
3.      Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak bila masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara yang digunakan amat sederhana maka biasanya masalah tidak terselesaikan secara tuntas.penyelesaian yang detail itu biasanya dapat mengungkap semua masalah yang berkembang dalam kehidupan manusia.

E.   KAITAN AKSIOLOGI DENGAN FILSAFAT ILMU
Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian, kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
Sudah menjadi ketentuan umum dan diterima oleh berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif. Salah satu faktor yang membedakan antara peryataan ilmiah dengan anggapan umum ialah terletak pada objektifitasnya. Seorang ilmuan harus melihat realitas empiris dengan mengesampingkan kesadaran yang bersifat idiologis, agama dan budaya. Seorang ilmuan haruslah bebas dalam menentukan topik penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-eksperimen. Ketika seorang ilmuan bekerja dia hanya tertuju kepada proses kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat pada nilai subjektif.
DAFTAR PUSTAKA

(diunduh pada tanggal 19 Februari 2014 pukul 11.05)
(diunduh pada tanggal 19 Februari 2014 pukul 11.15)
(diunduh pada tanggal 19 Februari 2014 pukul 11.30)
(diunduh pada tanggal 19 Februari 2014 pukul 12.01)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar